SEKOLAH KATEGORI MANDIRI SEKOLAH STANDAR NASIONAL
KONSEP DASAR SKM / SSN
1. Pengertian
Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing (Chandramohan, 2006).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. dengan, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri.
Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.
2. Karakteristik
Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester.
Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki
profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi :
a. Dukungan Internal, yang meliputi :
1) Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.
2) Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.
3) Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.
4) Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio
guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir.
5) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir
b. Dukungan Eksternal untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS.
c. Pengelolaan Kurikulum SKM/SSN
Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa. Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2) ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak memperoleh pendidikan khusus. Dengan demikian SKM/SSN di SMP adalah kurikulum SMP yang disusun berdasarkan SI dan SKL yang berlaku secara nasional, sehingga lulusan SKM/SSN memiliki kualifikasi dan standar kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Setiap guru yang mengajar di Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional perlu terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001).
Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri (Slameto, 1991).
Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan SKM/SSN adalah kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun menggunakan pendekatan satuan kredit semester.
Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan pengganti bagi peserta didik yang pernah absen dan mengatur jadwal kegiatan remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.
Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan persoalan akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan sebaliknya.
d. Model Pembelajaran SKM/SSN
Mutu kegiatan belajar-mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan SKM/SSN. Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom (1974 dalam Munandar, 2001) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan pelayanan kelompok.
Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/ hasil kerja kelompok.
Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Bruner (Munandar, 2001) yaitu memberikan pengalaman khusus yang dapat dipahami peserta didik; pengajaran diberikan sesuai dengan struktur pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya; susunan penyajian pengajaran yang lebih efektif dan dipertimbangkan ganjaran yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada SKM/SSN tidak hanya ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak, kepribadian, intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut.
Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar (Zamroni, 2000). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual
tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif, divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan impelementasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001). Dengan kata lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada SKM/SSN bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif.
Menurut Arends (2001) seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran harus menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: (1) kepemimpinan, (2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, (3) bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu.
Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas.
Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan.
Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2001). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik atau konstruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan
diskusi kelas.
Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah mandiri, yaitu : 1) pembelajaran, dan 2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik.
Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Teknik yang banyak digunakan antara lain : 1) menyampaikan informasi, 2) memotivasi, 3) memberi penguatan, 4) mendengarkan, 5) memberi dan menjawab pertanyaan, dan 6) pengelolaan.
Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen, & Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi adalah:
1. Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru dengan
menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan.
2. Pembelajaran masteri : suatu pendekatan diagnostik individu pada pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi.
3. Pembelajaran kooperatif : penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup, dan
kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar.
Model pembelajaran pada SKM/SSN menekankan pada potensi dan kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun komunitas belajar tersebut meliputi : 1) meyakini potensi peserta didik, 2) membangun motivasi intrinsik, 3) menggunakan perasaan positif, 4) membangun minat belajar peserta didik, 5) membangun belajar yang menyenangkan, 6) memenuhi kebutuhan peserta didik, 7) mencapai tujuan pembelajaran, dan 8) memfasilitasi pengembangan kelompok.
Secara ringkas prinsip pembelajaran pada SKM/SSN adalah :
1. Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar.
2. Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar.
3. Proses pembelajaran bersifat kontekstual.
4. Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif.
5. Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik
6. Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya.
7. Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik
8. Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi
formatif.
e. Sistem Penilaian pada SKM/SSN
Dalam pelaksanaan program SKM/SSN dilakukan penilaian yang berkelanjutan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Pada setiap tahap pembelajaran dilakukan penilaian. Penilaian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan belajar peserta didik pada setiap tahap atau unit pembelajaran yang didasarkan pada kriteria keberhasilan tertentu (tingkat ketuntasan belajar). Hasil penilaian ini digunakan sebagai dasar untuk
menentukan peserta didik yang boleh melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya dan
peserta didik yang perlu mendapat layanan perbaikan/remedial (Depdiknas, 2001).
Untuk pengajaran perbaikan juga diadakan penilaian yang hasilnya digunakan untuk menentukan apakah peserta didik yang bersangkutan telah berhasil mencapai tingkat penguasaan yang dipersyaratkan untuk bisa melanjutkan pada materi selanjutnya. Jika pencapaiannya selalu tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan untuk sebagian besar mata pelajaran maka perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk kembali pada program biasa.
Penilaian juga diadakan untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana penguasan materi pelajaran yang diberikan dan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program belajar. Penilaian ini mencakup aspek penguasan mata pelajaran dan aspek lainnya seperti; kematangan psikologis, kegairahan dan kejenuhan, kesiapan program itu sendiri termasuk faktor masukan (input) dan proses dalam program tersebut. Hasil penilaian digunakan antara lain untuk penentuan pencapaian kompetensi, penyempurnaan program, pelayanan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun pelayanan lainnya.
Penilaian sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat kemampuan dalam mengikuti pembelajaran pada SKM/SSN, perkembangan intelektual maupun emosional peserta didik seperti kematangan psikologis, kegairahan, kejenuhan dan sebagainya,dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pencapaian kompetensi diukur melalui tes kinerja yang dilakukan secara menerus
(continuous) menggunakan metode pengamatan, pemberian tugas, dan ujian tulis.
2. Prestasi belajar dinilai dengan skala skor 0 – 100 yang dinyatakan dalam kategori A; B; C; D dan E dengan konversi bobot 4; 3; 2; 1dan 0.
3. Peserta didik yang sudah memperoleh layanan khusus namun tetap belum mencapai skor (kompetensi) minimal pada mata pelajaran wajib harus mengambil ulang pada semester berikutnya, sedangkan untuk mata pelajaran pilihan boleh mengganti dengan pilihan lain pada semester berikutnya.
4. Peserta didik dinyatakan lulus SMP bila telah menyelesaikan total kredit minimal sebesar 120 SKS dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,00 dari IPK maksimal 4,00.
5. Peserta didik yang memiliki IPK < 2,00 dari batas kelulusan 2,00 harus mengulang beberapa mata pelajaran wajib dan/atau mengambil mata pelajaran pilihan lain pada semester berikutnya.
6. Sekolah melaporkan kemajuan belajar setiap peserta didik tersebut kepada orang
tua peserta didik sebelum diberikan kepada peserta didik yang bersangkutan.
7. Orang tua dari peserta didik yang memiliki IP semester < 2,50 diberitahu dan
diundang ke sekolah untuk menyusun rencana pemecahannya.
F. Kompetensi Guru pada SKM/SSN
Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program SKM/SSN ialah adanya guru-guru yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu:
1) Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat,
2) Keterampilan menggunakan teks dan tes,
3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok,
4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling,
5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif,
6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi,
7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi),
8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi kognitif dan afektif,
9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan,
10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Munandar, 2001).
Karakteristik Guru untuk program SKM/SSN meliputi : 1) karakteristik filosofi; karakteristik filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di kelas. Guru perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses pembelajaran, 2) Karakteristik Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan pemahaman psikologis siswa. 3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas dan keluwesan (Latifah, 2004).
G. Pelayanan Bimbingan pada SKM/SSN
Pelayanan bimbingan sangat diperlukan agar potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Program bimbingan diarahkan untuk dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual, emosional dan sosial.
Selain itu program bimbingan diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi- potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran pada SKM/SSN. Potensi negatif tersebut misalnya peserta didik akan mudah frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, peserta didik menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya. (Semiawan, 1997).
Layanan bimbingan diperlukan siswa untuk memenuhi kebutuhan individual anak baik secara psikologis maupun untuk mengembangkan kecakapan sosial agar dapat berkembang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Leta Hollingworth yang dikutip Wahab (2004) yang mengindikasikan bahwa “gifted children do have social/emotional
needs meriting attention”. Ditegaskan bahwa betapa pentingnya persoalan kebutuhan sosial/emosional anak berbakat memerlukan perhatian orang dewasa di sekitarnya, karena boleh jadi kondisi demikian akan berpengaruh kepada kinerja dan aktivitas anak dalam belajarnya.
Lain dengan Pirto (1994) yang mengedepankan model bimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengatasi masalah anak adalah multi model. Artinya tidak hanya menggunakan satu model pendekatan karena diharapkan dengan model yang beragam lebih mampu mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi anak, terlebih-lebih dalam mengatasi aspek sosial maupun emosional.
Model lain dikemukakan oleh Wahab (2003) bahwa model pembimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengembangkan kecakapan sosial-pribadi peserta didik adalah development model. Dengan model ini dapat membantu pengembangan potensi kecakapan sosial-pribadi yang dimiliki peserta didik, sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku sosial-emosionalnya secara produktif. Dengan kata lain model layanan bimbingan yang dapat diberikan kepada peserta didik dalam mengikuti program SKM/SSN adalah model perkembangan, multi model, development
model yang disesuaikan dengan karakter individual peserta didik agar perkembangan
sosio-emosional mereka dapat berkembang dengan baik terutama dalam menyelesaikan
pendidikan.
Bimbingan tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah seperti 1) Pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi, 2) Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar, khususnya berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran, 3) Menjaring data dari siswa melalui daftar cek masalah, sosiometri
kelas, angket maupun wawancara (Munandar, 2000).